Batik Desa Bukor
Salah satu hasil batik ijo di Desa Bukor

KabarDesa.com, Bondowoso – Kerajinan batik tulis di Desa Bukor, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso dirintis oleh salah satu warga yaitu Ahmad Priadi sejak Bulan Desember 2016 lalu. Kini batik tulisnya sudah mulai dikenal oleh banyak kalangan.

Awalnya, Ahmad Priadi mengikuti pelatihan membatik di UPT Pelatihan Kerja Jember selama satu bulan. Motivasi Ahmad belajar membatik adalah ingin melestarikan budaya batik yang ada di Indonesia.

Dalam pengerjaan pesanan batik, saat ini Ahmad hanya dibantu oleh istrinya. Proses pembuatan batik pun cukup rumit. Pembuatan desain dan motif batik disesuaikan dengan pesanan pembeli tanpa merubah karakter batik bambu ijo sendiri.

Jika pembeli menginginkan motif atau desain yang rumit, maka proses pengerjaan akan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan batik dengan motif  yang sederhana. Pendapatan atau omset yang diperoleh  juga tidak menentu. Menurut Ahmad, omset yang diterimanya tergantung dari banyaknya jumlah pesanan.

Hasil wawancara di tempat yang berbeda, Kepala Desa Bukor, Mathari, mengatakan bahwa batik tulis yang dijuluki “Bambu Ijo” ini sudah mendapat perhatian dari pecinta batik, baik dari Kabupaten Bondowoso maupun dari luar. Salah satu pesanan berasal dari KOMPAK Pusat dan Pejabat Pemerintah di Kabupaten Bondowoso.

Selain itu pesanan juga berasal dari Bapak Mathari sendiri, perangkat desa, dan masyarakat umum lainnya.

Menurut Bapak Mathari, Pemerintah Desa Bukor sangat mendukung pengembangan kerajinan batik tulis yang ada di Desa Bukor. Sebagai bentuk dukungan terhadap kerajinan batik, Pemerintah Desa Bukor menyelenggarakan pelatihan membatik kepada ibu-ibu warga Desa Bukor yang terselenggara berkat kerjasama antara Pemerintah Desa Bukor dengan Mahasiswa KKN Universitas Jember.

Selain itu Bapak Mathari juga memberikan peluang untuk mempromosikan batik bambu ijo melalui website Desa Bukor dan juga ke Desa-Desa yang lainnya. Meskipun jumlah pesanan batik sudah lumayan banyak, tetapi masih ada kendala yang dihadapi Ahmad Priadi yaitu akses permodalan.

Menurut Ahmad Priadi, untuk membeli bahan-bahan pesanan batik dibutuhkun biaya yang tidak sedikit. Modal usaha yang digunakan saat ini hanya berasal dari tabungan pribadi dan pinjaman dari keluarga. Namun Ahmad Priadi tetap optimis dan terus berusaha untuk mengembangkan batik bambu ijo, bukan hanya di kota Bondowoso tetapi juga ke luar kota Bondowoso, bahkan hingga ke manca negara.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here