Gili Iyang / Foto : dok.pri
Gili Iyang

KabarDesa.com, Sumenep – Jika berkunjung ke Pulau Madura, sempatnya untuk menyambangi pulau kecil yang terletak di sisi timur Madura ini yaitu Gili Iyang. Mungkin beberapa sudah ada yang pernah dengar pulau ini, dikarenakan potensi alamnya yang memikat wisatawan lokal maupun luar.

Saya pun kemarin berkesempatan untuk menapakkan jejak di pulau ini dalam rangkaian perjalanan Famstrip Blogger #MenduniakanMadura yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Madura (Plat-M) bekerja sama dengan BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura), Selasa-Jum’at (22-25 November 2016).

Ini kali pertamanya saya berkunjung ke Gili Iyang dan sangat antusias untuk segera menapakkan kaki di sana. Mengingat dari info yang saya dapatkan, Gili Iyang ini adalah pulau yang memiliki kadar oksigen tertinggi nomor dua di dunia.

Baca juga : Menengok Air Terjun Toroan Yang Langsung Bermuara Di Laut

Informasi ini bukan sekedar mitos, karena sebelumnya memang sudah ada penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jawa Timur. Dari hasil penelitian bahwa kawasan Gili Iyang ini memiliki kandungan oksigen sekitar 21,5%. Inilah yang membuatnya menjuluki predikat pulau dengan kadar oksigen tertinggi nomor dua di dunia.

Lalu yang pertama mana? Yordania…..

Transportasi Pulau Giliyang

Gili Iyang Peta

Secara administratif, Gili Iyang masuk di wilayah Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Untuk menuju ke pulau ini, bisa melalui pelabuhan yang ada di Desa Dungkek dengan naik perahu. Waktu yang dibutuhkan sekitar 30 menit dengan catatan kondisi laut dan cuaca bersahabat.

Pelabuhan Dungkek / Foto : Firmansyah
Pelabuhan Dungkek / Foto : Firmansyah
Menyeberang ke Gili Iyang
Menyeberang ke Gili Iyang / Foto : Firmansyah

Pulau yang memiliki luas 921,2 Ha ini memiliki dua desa yakni Desa Bancamara dan Desa Banra’as.

Kemarin pun saya singgah di Desa Banra’as di sebuah homestay kecil. Yang menarik adalah tepat di homestay saya singgah terdapat titik sumber oksigen. Tentu saya sangat antusias untuk benar-benar merasakan kadar oksigen di Gili Iyang ini.

Titik Oksigen 1
Titik Oksigen 1 berada di homestay kami menginap / Foto : Firmansyah

Perlu diketahui, di Gili Iyang ini memiliki 17 titik sumber oksigen. Titik-titiknya pun tidak dipublikasikan secara detail.

Yang menarik lagi adalah ketika saya dan rekan-rekan blogger sampai di Pulau Giliyang ini. Untuk menuju ke homestay, kami diantar warga setempat menggunakan dorkas atau odong-odong. Ya, alat transportasi ini memang banyak berseliweran di Pulau Gili Iyang. Selain untuk mengangkut orang, warga setempat juga menggunakannya untuk mengangkut barang-barang berat lainnya.

Dorkas - Gili Iyang / Foto : Firmansyah
Dorkas – Gili Iyang / Foto oleh Firmansyah

Sebenarnya seru naik dorkas ini, mengingat ruas jalan di Gili Iyang juga sudah dilapisi paving berkat bantuan BPWS. Namun, yang membuat saya agak takut adalah jika keberadaan dorkas dan motor di Gili Iyang ini semakin banyak. Yang saya takutkan adalah akan merusak atau mengurangi kadar oksigen yang ada di pulau ini karena polusi dari asap kendaraan tersebut.

Saya malah berharap jika di Pulau Giliyang ini disediakan transportasi sepeda baik untuk warga setempat maupun para pelancong yang singgah ke pulau ini. Sehingga justru akan lebih ramah lingkungan lagi.

Itu sedikit ketakutan saya…. :’)

Di Pulau Giliyang ini belum ada jaringan listrik PLN, sehingga untuk penerangan dan kebutuhan listrik, warga memanfaatkan solar panel.

Destinasi Wisata di Gili Iyang

Peraturan memasuki Gua Celeng (Mahakarya) / Foto : Firmansyah
Peraturan memasuki Gua Celeng (Mahakarya) / Foto : Firmansyah

Tidak hanya menyuguhkan pesona alam yang asri, tapi di Gili Iyang ini ternyata juga banyak destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Kemarin pun saya sempat berkunjung ke Gua Celeng (Mahakarya). Gua ini memiliki banyak stalaktit dan stalagmit.

Jika ingin menyusuri gua ini sebaiknya jangan sendiri. Ajaklah teman dan tentunya juri kunci Gua Celeng untuk mengeksplor gua yang sangat gelap ini. Karena selain gelap juga terdapat banyak persimpangan, kalau tidak tahu bakal tersesat. Lha wong kemarin saja sudah sama juru kuncinya tapi masih saja bingung. 😀

Usahakan membaca lampu penerangan (senter atau flash ponsel), karena gua ini memang gelap sekali. Kemarin saya melihat ada jalur instalasi kabel listrik yang sudah masuk ke gua, tapi nampaknya belum sempurna sehingga belum ada penerangan.

Gua Celeng
Beberapa lubang yang ada di Gua Celeng / Foto : Firmansyah

Di beberapa titik akan ditemui lubang yang tembus ke atas membuat sinar matahari bisa masuk. Dari pengamatan saya, lubang itu seperti runtuhan sehingga membentuk lubang. Namun, ini justru membuat nuansa indah di dalam gua.

Saat di sebuah titik dalam gua, saya pun sempat merasakan udara yang sedikit berbeda, bukan lembab tapi justru lebih segar. Dari informasi yang didapat, ternyata di dalam gua juga ada titik oksigen. Apakah yang saya rasakan kemarin adalah oksigen murni yang ada di Gili Iyang ini? Bisa jadi, bisa tidak. Karena sekali lagi titik-titik oksigen tidak dipublikasikan dengan jelas.

Ujung Gua Celeng, bisa digunakan sebagai pintu keluar tapi harus memanjat / Foto : Firmansyah
Ujung Gua Celeng, bisa digunakan sebagai pintu keluar tapi harus memanjat / Foto : Firmansyah

Sayangnya, Gua Celeng ini tidak memiliki pintu keluar. Sebenarnya di ujung gua ada lubang bekas runtuhan tanah, kalau mau keluar lewat situ bisa tapi harus manjat. Karena cukup berbahaya, akhirnya keluarnya lewat jalur masuk. Tetapi ini justru seru, pengunjung ditantang untuk mengingat jalan yang tadi dilalui.

Dengan menyusuri gua dengan panjang kurang lebih 1 KM, pengunjung tidak dikenakan biaya. Akan tetapi lebih indah jika memberikan jasa seikhlasnya untuk bapak pemandu setempat. Mengingat gua ini belum tersentuh oleh pemerintah. Baru masyarakat setempat saja yang mengelolanya dan kadang juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian di sana.

Pantai Ropet

Pantai Ropet
Papan nama Pantai Ropet / Foto : Firmansyah

Destinasi wisata lain yang harus dikunjungi ketika di Pulau Giliyang adalah Pantai Ropet. Pantai Ropet adalah pantai karang namun memiliki pemandangan alam yang mengesankan. Kemarin pun saya sempat berlama-lama di sini. Sembari menikmati sarapan pagi bersama warga setempat, juga melihat hamparan lautan lepas yang sungguh luas.

Sarapan di pinggir pantai
Sarapan di pinggir pantai ropet / Foto : Firmansyah

Owh ya, kalau ke sini silahkan menapakkan kaki ke sisi barat Pantai Ropet. Karena akan ada tumpukan tulang belulang yang besar-besar. Tulang-tulang itu adalah fosil Ikan Paus. Cukup menarik untuk dijadikan spot foto-foto.

Fosil Ikan Paus
Fosil Ikan Paus di sebelah barat Pantai Ropet / Foto : Firmansyah

Karena ini pantai karang, saya berharap untuk tetap hati-hati. Terlebih jika ingin menuju tepian. Selain karang yang terjal, juga ombaknya pun cukup besar. Ya intinya tetap waspada, jangan sampai terlena menikmati indahnya alam tapi melupakan keselamatan.

Pokoknya kalau ke Gili Iyang, wajib ke Pantai Ropet. Nikmati sunrise atau sunset dengan syahdu di sini.

Dan kabar menarik lainnya adalah ternyata masyarakat di Pulau Giliyang ini sangat mahir membuat gelar anyaman seperti ini.

Gelang Gili Iyang
Gelang hasil kerajinan masyarakat Gili Iyang / Foto : Firmansyah

Dan tahukah Anda, kalau gelang-gelang tersebut mereka jual ke Bali. Iya, ke Bali dengan harga Rp 1.000 dapat 3 gelang. Terlalu murah memang untuk ukuran kerajinan seperti ini.

Sebenarnya ada destinasi lain lagi, yaitu Pantai Batu Cangga. Namun, kemarin saya dan rekan-rekan tidak bisa datang ke sini dengan alasan keselamatan. Soalnya kemarin habis hujan dan akses untuk ke Pantai Batu Cangga ini cukup mengerikan. Nah, buat yang mau ke sini, lebih baik pastikan semuanya aman dan hindari datang setelah hujan.

Pantai Batu Cangga
Pantai Batu Cangga / Foto oleh Cewealpukat

Pulau Giliyang memang memanjakan wisatawan. Tak bisa sehari dua hari untuk bisa menikmati pulau ini. Syukurnya sudah ada fasilitas homestay, air bersih, dan akses jalan berpaving berkat dukungan dari BPWS untuk para wisatawan.

Baca juga : Pantai Nepa & Hutan Kera Nepa, Kekayaan Wisata Di Desa Batioh

Owh ya, jika ingin merasakan sensasi kadar oksigen yang benar-benar murni, bisa menikmatinya sekitar pukul 01.00 sampai menjelang subuh. Karena dijam-jam ini oksigen akan terasa seperti hembusan udara dari AC namun lebih sejuk.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here